Gangguan Psikologis dan Terapinya
A.
Pengertian
Fetisisme
Menurut
Sunaryo (2002) fetisisme adalah hubungan seksual mencari gairah dan kepuasan
seksual secara berulang dengan memakai benda mati (fetish) sebagai pengganti
objek seksual, misal sepatu pakaian dalam kaos kaki dan rambut. Fetisisme merupakan
kondisi patologis karena kegairahan atau pemuasan sekseal dilakukan dengan
memegang, meraba pada bagian tubuh yang
non seksual.
Menurut
Achir Yani (2008) fetisisme sesuatu hubungan yang menetap sedikitnya selama 6
bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau
rangsangan dengan menggunakan objek benda mati misal pakaian dalam.
Menurut
Herri (2011) fetisisme adalah dorongan, fantasi, dalam perilaku seks yang
melibatkan benda mati dan hal-hal yang tidak lazim, seperti pakaian dalam
wanita, sebagai akibat distres dalam fungsi kehidupan seks yang berlangsung
berulang-ulang dan penderita menyukai pada bagian bagian tertentu.
B.
Terapi
Pada Gangguan Fetisisme
1.
Penanganan
Psikologis
-
Cara Covert Desensitization
Yaitu
dengan cara mereview mental dan perilaku secara berulang-ulang dengan
konsekuensi aversif dalam membangun asosiasi negatif dengan penilaian perilaku
menyimpang tersebut. Disini dilakukan intervensi kognitif-behavioral untuk
mengurangi perilaku yang tak dikehendaki dengan cara klien membayangkan
konsekuensi yang sangat aversif dari perilakunya dan membangun asosiasi negatif
jika ingin memperoleh reward atau ketika ia mampu mengalahkan asosiasi
positifnya.
-
Cara Orgasmic Reconditioning
Yaitu
dengan cara memasangkan stimulus-stimulus yang pantas dan menciptakan pola rangsangan
seksual yang positif. Prosedurnya menekankan konsep belajar, yakni membantu
klien untuk memperkuat pola-pola rangsangan seksual yang semestinya dengan cara
memasangkan stimuli-stimuli yang tepat dan sesuai dengan sensasi seksual yang
menyenangkan.
-
Relapse Preventation
Yaitu suatu
metode yang digunakan sebagai adiksi dan pencegahan pada gangguan ini. Metode ini
melakukan preparasi terapi (memperpanjang proses terapeuntik) guna mengatasi
gangguan seks dalam berbagai situasi sulit di masa yang akan datang, penderita
di ajari mengenal tanda-tanda awal godaan gangguan seksual dengan melatih
berbagai pengendalian diri sebelum hasrat seksual menyimpangnya menjadi kuat. Klien
diajari untuk bisa mengatasi, mengendalikan, dan menyelesaikan masalah kelainan
seks. Tingkat keberhasilan prosedur relapse prevention relatif tinggi. Jumlah orang
yang berhasil ditangani dengan metode ini sangat bervariasi.
Refensi :
Fauziah,
F & Julianty W. (2007). Psikologi
Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Pieter,
Herri Zan & Lubis, Namora Lumongga. (2010). Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Jakarta : Kencana.
Yustinus
Semiun. (2006). Kesehatan Mental 2.
Yogyakarta: Kanisius.
No comments:
Post a Comment